Ide menulis sebuah cerita bisa dari mana saja dan dari siapa saja. Ide hadir bukan hanya dari sebuah peristiwa besar melainkan juga bisa dari sebuah pertanyaan –pertanyaan kecil. Hal itulah yang menjadi latar awal sebuah ide karya dari Putu Ardana Bukian, S.Pd.M.Pd seorang guru Bahasa Indonesia yang bertugas di SMK Negeri 1 Kubutambahan.
Putu Ardana Bukian menjadi salah satu penulis cerita anak berbahasa Bali yang terpilih dalam ajang Sayembara Menulis Cerita Anak yang diadakan oleh Balai Bahasa Provinsi Bali. Program yang digagas oleh Balai Bahasa Provinsi Bali ini bertujuan untuk mengembangkan bahan bacaan untuk anak-anak usia kelas rendah, yaitu SD kelas 1,2,dan 3.
Putu Ardana Bukian bersaing dengan 25 peserta yang berasal dari kalangan guru, dosen, ilustrator, dan penulis sastra. Dari 25 karya yang masuk ke Balai Bahasa Provinsi Bali, enam karya terbaik dan layak diusulkan ke Puskurbuk Jakarta. Diantara enam itu, karya Putu Ardana Bukian yang berjudul “ Asih Tekening Baburon” menjadi bahan bacaan terpilih di sayembara kali ini.
Raihan itu tentunya membawa sebuah kebanggan baginya. Hal tersebut diungkapkan saat ditemui di sekolah Senin 23 Mei 2022. “Saya sangat bersyukur atas kepercayaan yang diberikan kepada para dewan juri Sayembara Menulis Cerita Anak kali ini karena karya saya terpilih. Tentunya bangga juga karena saya bisa membuktikan diri bahwa saya mampu menulis dan bersaing dengan penulis lain.” Paparnya.
Menurut Putu Dane Bukian sapaan beliau, ide ini tidak berasal dari sebuah peristiwa besar, tetapi malah berasal dari pertanyaan anaknya yang berusia 9 tahun. Pertanyaan tentang, apa itu tumpek kandang? Mengapa sembahyang pada hewan? Pertanyaan ini tentu jika dijawab akan sangat rumit. Namun di tangan Putu Dane Bukian, pertanyaan itu dijawab dengan sangat mudah dipahami oleh anak-anak seperti yang tertuang dalam karya yang berjudul Asih Tekening Baburon.
Cerita ini mengisahkan tentang mengapa orang Bali menghaturkan sesajen kepada hewan saat hari raya Tumpek Kandang. Percakapan antara tokoh Meme dengan Cening Ayu menjelaskan bagaimana filosofi Tumpek Kandang dalam perspektif orang Bali mengimplementasikan tindakan saling mengasihi dengan makhluk ciptaan tuhan.
Proses selanjutnya, buku ini akan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Sehingga pembaca yang bukan berasal dari Bali memahami apa isi cerita dari karya yang aslinya berbahasa Bali. Selanjutnya , satu karya dalam dua bahasa tersebut dikirim ke puskurbuk untuk mendapatkan lisensi ISBN sehingga bisa dipublikasi atau dicetak secara masal.
Namun demikian, bukannya tiada halangan yang dialami saat menulis cerita ini. Menurut Putu Dane Bukian, Yang menjadi kendala saat menulis itu pertama pemilihan kata yang harus sederhana dan mudah dipahami anak-anak. Sehingga, cerita mengalir dan tidak membosankan bagi anak-anak karena kata-kata yang rumit. Perlu kecermatan dalam memilih istilah dalam percakapan sehari-hari berbahasa Bali. Kedua masalah mencari ilustrator. Cerita anak sangat didominasi oleh ilustrasi atau gambar. Cukup lama mencari seorang ilustrator yang apada akhirnya, ia mengajak putrinya, Prabha yang baru duduk di SMP kelas 7 untuk membuat ilustrasi itu. Kendatipun adanya halangan itu tidak kemudian mengendorkan semnagat berkarya. “ Walaupun ada kendala dalam menulis cerita itu, saya tetap berusaha agar menghasilkan karya yang terbaik. Menurut saya, Sebuah usaha tidak akan pernah dihianati hasil. Sehingga astungkara, karya saya bisa terpilih dalam ajang sayembara menulis itu.” tandasnya dengan senyum.
Pandemi tidak menghalangi siapapun untuk melaju berprestasi termasuk Putu Dina Suryani. Putu Dina Suryani yang akrab dipanggil Dina, merupakan anak kelas 12 AK 1./ Keperawatan 1 yang mengikuti
ajang lomba 2021.
Persiapan maksimal telah dilakukan guna mengikuti ajang ini. Pembina lomba , Luh Dewi Wisuendri ,S.St.  dan Oki Wanjaya sangat intens membina Dina agar bisa tampil menjadi yang terbaik.
Lomba yang dikuti ini sangat bergengsi karena dilaksanakan di tingkat nasional dan dalam lomba , peserta harus menggunakan bahasa inggris. Dilihat dari penampilan berbahasa inggris, dina sangat baik. Namun ada hal.hal lain yang menjadi pertimbangan juri, seperti salah satunya model pasien. Selain peserta lomba harus bisa berbahasa inggris, model pasien juga harus seorang pasien asli dan bisa berbahasa inggris. Pasien yang kita pakai model tidak bisa berbahasa inggris. Hal inilah yang berpengaruh besar dalam lomba ini.
Yang pada akhirnya, Putu Dina harus berbesar hati pada posisi lima besar atau juara harapan kedua pada ajang lomba ini.
“Dengan sudah melakukan latihan dan persiapan yang maksimal, toh juga tetap hasilnya belum yang terbaik.. sekolah tetap bangga dengan prestasi yang diraih oleh Dina. Dari 24 peserta nasional, dia mampu meraih lima besar dengan keterbatasan fasilitas, itu point besar prestasi yang kita lakukan”
Kata Gede Sukanaya kepala SMKN 1 Kubutambahan.
Tetap semangat Dina suryani..

Gede Aditya Juara II MAKING BED AND ANIMAL TOWEL COMPETITION

Bertempat di Kampus Marcopolo Bali Internasional Singaraja , kompetisi siswa SMK N 1 Kubutambahan dari kompetensi Perhotelan mengukuti kompetisi atau lomba Making Bed and Animal Towel Competition. Pada kompetisi ini, siswa yang bernama lengkap I Gede Aditya Wirya Adnyana mampu meraih juara ll se-Buleleng. Sebuah prestasi yang membanggakan untuk sekolah.

Eka Saputra: Belajar Bahasa Inggris karena malu hingga meraih nilai TOEIC 970.

Gede Eka Saputra, asal dari Kubutambahan mungkin banyak orang yang belum mengenal siswa berprestasi ini. Saat ini ia duduk di kelas 12 Perhotelan 4 SMKN 1 Kubutambahan . Ia seorang anak yang tidak terlalu banyak bergaul namun secara kinestetik terutama dalam hal bahasa inggris ia tidak diragukan lagi. Terbukti saat mengikuti Test of English for International Communication (TOEIC), ia mampu meraih nilai 970 .
Ia mampu menjawab 187 soal dari 200 soal yang terdiri atas tes Listening 100 dan reading 100.
Saat di wawancarai, siswa yang akrab di panggil eka merasa berbahagia ia bisa menyelesaikan tes itu dengan baik.
“Astungkara bisa memberikan hal positif untuk sekolah. Hal ini juga untuk ruang saya belajar karena saya masih banyak hal yang harus saya pelajari. “
Ada cerita menarik tentang awal ia termotivasi belajar bahasa inggris. Eka termotivasi ingin bisa menguasai bahasa inggris karena rasa malu. Malu karena apa?
Malu karena tidak bisa menjawab ketika diajak berbicara oleh klien ayahnya yang seorang bule.
Ketika itu, ia masih duduk di sekolah dasar ikut ayahnya yang bekerja dibidang IT dan elektronik memasang cctv di sebuah villa. Saat itu, pemilik villa menyapa dan bertanya menggunakan bahasa inggris. Eka tidak bisa menjawab. Ia hanya senyum-senyum saja. Di balik senyum itu ada rasa malu sekaligus rasa jengah ingin bisa berbahasa inggris.
Dari kejadian itu, ia memacu diri untuk belajar bahasa inggris. Ia belajar dari game, komik berbahasa inggris, mendengar bule berb
erpengaruh saat PKL. Saat PKL, ia sangat siap melayani tamu bule yang menginap di hotel tempatnya PKL.
icara aktif. Jika ia tidak paham, gurunya adalah google translate atau bertanya kepada sang ayah. Dari usaha itu akhirnya, ia bisa berbahasa inggris baik secara pasif maupun aktif.
Sehingga, hal ini sangat bIa juga merasa senang diberikan kesempatan oleh sekolah untuk mengikuti tes TOEIC sehingga bisa membuktikan kemampuannya dalam bidang bahasa inggris. Ia juga berterima kasih kepada bapak/ibu guru pembina di perhotelan serta motivasi dari guru BK sehingga bisa meraih prestasi sampai seperti sekarang